SIRAH SAHABIYAH

Sofiyah Binti Abdul Muthalib

Kita akan menelusuri jejak langkah tokoh-tokoh sohabiyah muslimah atau sohabiyah yang perkasa yang tak pernah melupakan fitroh kewanitaannya, yang cemerlang watak dan kepribadiannya, yang cerdas pola pikirannya, yang tegar diterpa badai cobaan, yang nama mereka pun harum sepanjang masa.
Pada kesempatan kali ini kita akan menelusuri jejak Sofiyah binti Abdul Muthalib, sang bibi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Beliau adalah seorang mukminah yang telah berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, seorang mujahidah, wanita yang sabar, ahlus syair yang mulia. Dan Sofiyah binti Abdul Muthalib bin Hisyam bin Abdul Manaf bin Kusoy bin Kilab, beliau adalah wanita Quraisy dari Bani Hasim. Beliau adalah bibi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, saudari dari singa Allah, Hamzah bin Abdul Muthalib, beliau juga seorang ibu dari sahabat agung, yaitu Zubair bin Awam. Sofiyah radhiallahu’anha tumbuh di rumah Abdul Muthalib pemuka Quraisy dan orang yang memiliki kedudukan yang tinggi, terpandang dan juga mulia, dialah yang dipercaya yang mengurus pendatang yang berhaji. Faktor lingkungan inilah yang membentuk Sofiyah menjadi seorang wanita yang kuat.

Beliau adalah seorang wanita yang fasih lisannya dan ahli bahasa. Seorang cendekiawan dan seorang penunggang kuda yang pemberani. Beliau radhiallahu’anha termasuk wanita yang awal dalam mengimani putra saudaranya yang jujur dan juga terpercaya yaitu Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, dan juga bagus keislamannya. Beliau berhijrah bersama putranya yang bernama Zubair bin Awam untuk menjaga keislamannya.

Sofiyah radhiallahu’anha menyaksikan tersebarnya Islam dan turut andil dalam menyebarkannya. Melihat perkembangan sikap kaum musyrik Quraisy yang semakin keras terhadap kaum muslimin, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam merasa khawatir para sahabatnya akan sedikit banyak berpengaruh dengan siksaan-siksaan pedih yang mereka terima, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mengijinkan kaum muslimin untuk berhijrah ke Madinah. Sofiyah beserta putranya ikut serta berhijrah meninggalkan kampung halamannya dan juga harta kekayaannya dengan meraih pahala dan juga keridhoan dari Allah SWT.

Meraka semua tinggal di tengah-tengah kaum Anshor yang memberikan perhatian penuh kepada segala sesuatu yang dibutuhkan oleh tamu-tamu agungnya. Di sanalah Sofiyah menghabiskan masa-masa yang paling indah dalam hidupnya karena senantiasa berada di tengah komunitas yang menjunjung nilai keimanan dan jauh dari siksaan dan kekejaman kaum musyrikin. Walaupun pada saat itu Sofiyah mencapai umur 60 tahun, namun faktor usia tidak menghalanginya untuk memberi andil yang sangat berharga di medan jihad yang tidak mungkin dilupakan oleh sejarah dan akan tetap menjadi lentera yang menerangi jalan-jalan para generasi islam pada masa berikutnya untuk meraih kemuliaan perjuangan dan juga pengorbanan.
Sungguh, jihad merupakan darah dagingnya. Oleh karena itu, beliau tidak menyianyiakan kesempatan pada hari Uhud menjadi pelopor bagi para wanita yang ikut keluar untuk membantu para mujahidin dan mengobarkan semangat mereka untuk bertempur disamping beliau juga mengobati para mujahidin yang luka-luka di antara mereka.

Tatkala takdir Allah menghendaki kaum muslimin terpukul mundur karena pasukan pemanahnya menyalahi perintah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sebagai panglima. Maka banyak pasukan yang berpencar dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Namun Sofiyah tetap berdiri dengan berani. Ia mengambil tombak dan mengacung-acungkannya kepada kaum muslimin yang lari berhamburan seraya berteriak, ”Kalian hendak meninggalkan Rasulullah berjuang seorang diri?”. Manakala Sofiyah mendengar kesyahidan Hamzah bin Abdul Muthalib radhiallahu’anhu yang dijuluki sebagai singa Allah yang dibunuh dengan sadis, maka Sofiyah memberikan teladan yang agung bagi kita semua dalam hal kesabaran ketabahan dan juga ketegaran.
Pada hari terbunuhnya Hamzah, saudaranya, Zubair bin Awam sang putra tercinta menemui ibunya dan mengatakan bahwa Rasulullah menyuruh Sofiyah untuk kembali. Akan tetapi Sofiyah mengatakan, ”Sungguh telah sampai kepadaku tentang dibincangkannya saudaraku. Namun dia syahid karena Allah. Kami sangat ridho dengan apa yang telah terjadi. Sungguh aku akan bersabar dan juga tabah, insya Allah.”
Setelah Zubair radhiallahu’anhu memberitahukan kepada Rasulullah tentang komentar Sofiyah tersebut, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memberikan jalan untuknya, maka Sofiyah mendapatkan Hamzah dan langsung ber-istirja, ”Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun”. Kemudan Sofiyah memohonkan ampun baginya. Dan setelah itu, Rosulullah Shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk menguburkannya.

Tatkala terjadi perang khondaq, saat pasukan Yahudi mencoba menyerang tempat kaum wanita dan ketika itu ketika kaum muslimah dan anak-anak berada dalam sebuah benteng. Di sana ada juga Hasan Bin Tsabit radhiallahu’anhu. Tatkala ada orang Yahudi mengelilingi benteng, sedangkan kaum muslimin sedang menghadapi musuh, maka berdirilah Sofiyah radhiallahu’anha dan menyuruh Hasan untuk membunuh Yahudi tersebut. Akan tetapi Hasan mengatakan bahwa membunuh bukanlah keahliannya. Ketika Sofiyah mendengarkan jawaban Hasan, beliau langsung bangkit dan dengan semangat yang ada di jiwanya beliau mengambil tongkat yang keras kemudian turun dari benteng. Beliau menunggu kesempatan lengahnya orang Yahudi tersebut lalu beliau memukulnya tepat pada ubun-ubun secara bertubi-tubi hingga dapat membunuhnya. Beliau memang wanita pertama yang membunuh laki-laki. Beliau kembali ke benteng dan tersirat kegembiraan pada kedua matanya karena mampu menghabsi musuh Allah yang berarti pula menjaga rahasia persembunyian para wanita dan juga kaum muslimah dari mereka.

Begitulah kaum muslimin mendapatkan kemenangan dalam peperangan ini dari jiwa yang beriman dan juga pemberani yang tidak kenal istilah mustahil dalam meraih jalan kemenangan.

Tatkala perang Khaibar, Sofiyah radhiallahu’anha keluar bersama kaum muslimah untuk memompa semangat kaum muslimin. Mereka membuat perkemahan di medan jihad untuk mengobati pasukan yang terluka karena perang. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam merasa senang dengan peran para mujahidah sehingga mereka juga mendapatkan bagian dari rampasan perang. Nabi Shallallahu alaihi wasallam mencintai bibinya, Sofiyah radhiallahu’anha, dan memuliakan beliau serta memberikannya kepada beliau bagian yang banyak.

Tatkalah turun ayat
وَأَََََََنذِرْعَشِيرَتَكَﭐﻷَقْرَبِينَ
”Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” (QS. Asy syu’araa’ ayat 214).
Beliau bersabda, ”Hai Fatimah binti Muhammad. Hai Sofiyah binti Abdul Muthalib. Wahai Bani Abdul Muthalib aku tidak kuasa menolong kalian dari siksa Allah. Mintalah padaku apa saja yang ada padaku”.

Sofiyah radhiallahu’anha mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sejak kecilnya dan juga mengikutinya. Beliau takjub dengan keadaan nabi dan akhirnya mengimani kenabian beliau, menyertai beliau dalam peperangan dan merasa sedih tatkala wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Sofiyah radhiallahu’anha hidup sepeninggalan Rosulullah Shallallahu alaihi wasallam dengan penuh kewibawaan dan juga dimuliakan. Semua orang mengetahui keutamaan dan juga kedudukan beliau. Beliau tetap memegang teguh ajaran-ajaran Nabi Shallallahu alaihi wasallam. Dia tetap tekun beribadah, rajin shalat malam, serta pasrah kepada Allah SWT.

Akhirnya Sofiyah meninggal dunia pada tahun 20 H pada usia 70 tahun lebih pada jaman khalifah Umar bin Khatab. Semoga Allah meridhoi Sofiyah binti Abdul Muthalib. Ia adalah seorang wanita yang pantas menjadi teladan ideal bagi setiap wanita muslimah. Ia adalah seorang wanita pendidik yang telah berhasil melahirkan orang-orang besar dan semoga Allah merahmati Sofiyah dan sungguh beliau ibarat menara yang tinggi dalam sejarah islam dan dalam perjalanan hidup yang sangat baik dalam hal pengorbanan dan juga jihad untuk menolong agama Allah.

Demikian sirah sohabiyah kali ini.

Wallahu ’alam.

Leave a comment